LatarBelakang. Konflik Sampit yang terjadi tahun 2001 bukanlah sebuah insiden pertama yang terjadi antara suku Dayak dan Madura. Sebelumnya sudah terjadi perselisihan antara keduanya. Penduduk Madura pertama kali tiba di Kalimantan Tengah tahun 1930 di bawah program transmigrasi yang dicanangkan pemerintah kolonial Belanda.
CeritaRakyat Dari Kalimantan. Legenda ikan pesut yang ada di mahakam dihubungkan oleh masyarakat kalimantan timur dengan kisah yang akan kakak ceritakan kali ini. Cerita rakyat kalimantan selatan pb 398.209 598 4 akb p kisah datu diyang penulis : Legenda danau lipan pada masa lampau tersebutlah sebuah kerajaan di muara kaman, kutai, yang
Sejaktahun 2003 sampai tahun 2013 Aspihani Ideris dipercayakan menduduki sebagai Ketua Umum Masjid Khairullah Sungai Lulut Kecamatan Sungai Tabuk Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan. Dimasa kepemimpinannya, walaupun banyak penolakan dari tokoh agama di Sungai Lulut, Aspihani tetap memberanikan merehabilitasi total masjid Khairullah tersebut.
Telagayang dimaksud dalam legenda di atas kemudian diberi nama Telaga Bidadari, terletak di desa Pematang Gadung. Desa itu termasuk wilayah Kecamatan Sungai Raya, delapan kilometer dari kota Kandangan, ibukota Kabupaten Hulu Sungai Selatan Propinsi Kalimantan Selatan. Sampai sekarang, Telaga Bidadari banyak dikunjungi orang.
DOWNLOADPDF. Cerita Rakyat Kalimantan Utara. BETAWOL. Ditulis oleh Suwanti I. BETAWOL. Penulis : Suwanti Penyunting : Rini Adiati Ekoputranti Ilustrator : Pandu Dharma W Penata Letak : Desman. : Desman Diterbitkan pada tahun 2016 oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Jalan Daksinapati Barat IV Rawamangun Jakarta Timur Hak Cipta
Karenatak ingin kehilangan Roro Anteng, Kiai Bima menyanggupinya. Berbekal batok kelapa Kiai Bima mulai mengeruk tanah untuk dijadikan danau. Dalam waktu singkat, danau sudah tampak akan selesai. Roro Anteng yang telah bersiasat kemudian meminta orang-orang dusun untuk memukul-mukul alu supaya hari sudah terdengar pagi dan ayam mulai berkokok.
. Kisah Asal Usul Banjarmasin Kalimantan SelatanPada zaman dahulu berdirilah sebuah kerajaan bernama Nagara Daha. Kerajaan itu didirikan Putri Kalungsu bersama putranya, Raden Sari Kaburangan alias Sekar Sungsang yang bergelar Panji Agung Maharaja Sari Kaburangan. Konon, Sekar Sungsang seorang penganut Syiwa. la mendirikan candi dan lingga terbesar di Kalimantan Selatan. Candi yang didirikan itu bernama Candi Laras. Pengganti Sekar Sungsang adalah Maharaja Sukarama. Pada masa pemerintahannya, pergolakan berlangsung terus-menerus. Walaupun Maharaja Sukarama mengamanatkan agar cucunya, Pangeran Samudera, kelak menggantikan tahta, Pangeran Mangkubumi-lah yang naik tidak hentinya mengalami kekacauan karena perebutan kekuasaan. Konon, siapa pun menduduki takhta akan merasa tidak aman dari rongrongan. Pangeran Mangkubumi akhirnya terbunuh dalam suatu usaha perebutan kekuasaan. Sejak itu, Pangeran Tumenggung menjadi penguasa kerajaan yang sah, Pangeran Samudera, pasti tidak aman jika tetap tinggal dalam Lingkungan kerajaan. Atas bantuan patih Kerajaan Nagara Daha, Pangeran Samudera melarikan diri. Ia menyamar dan hidup di daerah sepi di sekitar muara Sungai Barito. Dari Muara Bahan, bandar utama Nagara Daha, mengikuti aliran sungai hingga ke muara Sungai Barito, terdapat kampung-kampung yang berbanjar-banjar atau berderet-deret melintasi tepi-tepi sungai. Kampung-kampung itu adalah Balandean, Sarapat, Muhur, Tamban, Kuin, Balitung, dan antara kampung-kampung itu, Banjar-lah yang paling bagus letaknya. Kampung Banjar dibentuk oleh lima aliran sungai yang muaranya bertemu di Sungai letaknya yang bagus, kampung Banjar kemudian berkembang menjadi bandar, kota perdagangan yang ramai dikunjungi kapal-kapal dagang dari berbagai negeri. Bandar itu di bawah kekuasaan seorang patih yang biasa disebut Patih Masih. Bandar itu juga dikenal dengan nama Bandar Masih mengetahui bahwa Pangeran Samudera, pemegang hak atas Nagara Daha yang sah, ada di wilayahnya. Kemudian, ia mengajak Patih Balit, Patih Muhur, Patih Balitung, dan Patih Kuin untuk berunding. Mereka bersepakat mencari Pangeran Samudera di tempat persembunyiannya untuk dinobatkan menjadi raja, memenuhi wasiat Maharaja diangkatnya Pangeran Samudera menjadi raja dan Bandar Masih sebagai pusat kerajaan sekaligus bandar perdagangan, semakin terdesaklah kedudukan Pangeran Tumenggung. Apalagi para patih tidak mengakuinya lagi sebagai raja yang sah. Mereka pun tidak rela menyerahkan upeti kepada Pangeran Tumenggung di Nagara Tumenggung tidak tinggal diam menghadapi keadaan itu. Tentara dan armada diturunkannya ke Sungai Barito sehingga terjadilah pertempuran besar-besaran. Peperangan berlanjut terus, belum ada kepastian pihak mana yang menang. Patih menyarankan kepada Pangeran Samudera agar minta bantuan ke Demak. Konon menurut Patih Masih, saat itu Demak menjadi penakluk kerajaan-kerajaan yang ada di Jawa dan menjadi kerajaan terkuat setelah Samudera pun mengirim Patih Balit ke Demak. Demak setuju nnemberikan bantuan, asalkan Pangeran Samudera setuju dengan syarat yang mereka ajukan, yaitu mau memeluk agama Islam. Pangeran Samudera bersedia menerima syarat itu. Kemudian, sebuah armada besar pun pergi menyerang pusat Kerajaan Nagara Daha. Armada besar itu terdiri atas tentara Demak dan sekutunya dari seluruh Kalimantan, yang membantu Pangeran Samudera dan para patih pendukungnya. Kontak senjata pertama terjadi di Sangiang Gantung. Pangeran Tumenggung berhasil dipukul mundur dan bertahan di muara Sungai Amandit dan Alai. Korban berjatuhan di kedua belah pihak. Panji-panji Pangeran Samudera, Tatunggul Wulung Wanara Putih, semakin banyak berkibar di tempat-tempat Arya Terenggana, Patih Nagara Dipa, sedih melihat demikian banyak korban rakyat jelata dari kedua belah pihak. Ia mengusulkan kepada Pangeran Tumenggung suatu cara untuk mempercepat selesainya peperangan, yakni melalui perang tanding atau duel antara kedua raja yang bertikai. Cara itu diusulkan untuk menghindari semakin banyaknya korban di kedua belah pihak. Pihak yang kalah harus mengakui kedaulatan pihak yang menang. Usul Arya Terenggana ini diterima kedua belah Tumenggung dan Pangeran Samudera naik sebuah perahu yang disebut talangkasan. Perahu-perahu itu dikemudikan oleh panglima kedua, belah pihak. Kedua pangeran itu memakai pakaian perang serta membawa parang, sumpitan, keris, dan perisai atau saling berhadapan di Sungai Parit Basar. Pangeran Tumenggung dengan nafsu angkaranya ingin membunuh Pangeran Samudera. Sebaliknya, Pangeran Samudera tidak tega berkelahi melawan pamannya. Pangeran Samudera mempersilakan pamannya untuk membunuhnya. Ia rela mati di tangan orang tua yang pada dasarnya tetap diakui sebagai luluh juga hati Pangeran Tumenggung. Kesadarannya muncul. la mampu menatap Pangeran Samudera bukan sebagai musuh, tetapi sebagai keponakannya yang di dalam tubuhnya mengalir darahnya sendiri. Pangeran Tumenggung melemparkan senjatanya. Kemudian, Pangeran Samudera dipeluk. Mereka hati tulus, Pangeran Tumenggung menyerahkan kekuasaan kepada Pangeran Samudera. Artinya, Nagara Daha ada di tangan Pangeran Samudera. Akan tetapi, Pangeran Samudera bertekad menjadikan Bandar Masih atau Banjar Masih sebagai pusat pemerintahan sebab bandar itu lebih dekat dengan muara Sungai Barito yang telah berkembang menjadi kota perdagangan. Tidak hanya itu, rakyat Nagara Daha pun dibawa ke Bandar Masih atau Banjar Masih. Pangeran Tumenggung diberi daerah kekuasaan di Batang Alai dengan seribu orang penduduk sebagai rakyatnya. Nagara Daha pun menjadi daerah seorang raja yang beragama Islam, Pangeran Samudera mengubah namanya menjadi Sultan Suriansyah. Hari kemenangan Pangeran Samudera atau Sultan Suriansyah, 24 September 1526, dijadikan hari jadi kota Banjar Masih atau Bandar setiap kemarau landang panjang air menjadi masin asin, lama-kelamaan nama Bandar Masih atau Banjar Masih menjadi Sultan Suriansyah pun meninggal. Makamnya sampai sekarang terpelihara dengan baik dan ramai dikunjungi orang. Letaknya di Kuin Utara, di pinggir Sungai Kuin, Kecamatan Banjar Utara, Kota Madya Daerah Tingkat II tanggal 24 September Wali Kota Madya Banjarmasin dan para pejabat berziarah ke makam itu untuk memperingati kemenangan Sultan Suriansyah atas Pangeran Tumenggung. Sultan Suriansyah adalah sultan atau raja Banjar pertama yang beragama Islam.
Jumlah Pengunjung 25,001 Cerita Rakyat Kalimantan Selatan merupakan legenda yang sudah ada dari generasi ke generasi, dan menjadi bagian dari budaya disana. Kalimantan Selatan adalah sebuah provinsi yang berada di selatan wilayah pulau Kalimantan dengan Suku Banjar sebagai suku yang mendominasi kawasan ini. Berikut Ini Adalah 5 cerita rakyat Kalimantan Selatan yang cukup terkenal yang bisa kamu ceritakan. Baca Juga Inilah Cerita Rakyat Maluku yang Paling Terkenal sampai sekarang Daftar Cerita Rakyat Dari Bali yang Terkenal sampai kini 1. Awang Sukma dan Telaga Bidadari Awang Sukma Dan Telaga Bidadari – Cerita Rakyat Kalimantan Selatan Cerita Rakyat Kalimantan Selatan yang paling terkenal yang pertama adalah cerita tentang Awang Sukma Dan Telaga Bidadari. Ada seorang lelaki muda rupawan bernama Awang Sukma yang tinggal di hutan bertelaga jernih, dan hidup seorang diri. Selain berwajah tampan, dia juga mahir meniup suling. Lagu-lagunya dapat menyentuh perasaan siapa saja yang mendengarnya. Hingga satu hari dia terbangun dari tidurnya, karena terkejut oleh suara hiruk pikuk sayap-sayap yang mengepak. Dia tidak percaya pada pemandangan yang ada di depan matanya. Ada tujuh putri cantik yang turun dari angkasa, dan terbang menuju telaga. Dari tempat persembunyiannya, Awang Sukma dapat menatap ketujuh putri yang sedang berenang tersebut. Tidak ada satupun dari mereka yang menyadari, jika salah satu dari pakaiannya hilang. Awang Sukma mengambil dan menyembunyikan pakaian salah seorang putri. Kemudian, dia menyembunyikannya ke dalam sebuah lumbung padi. Putri yang kehilangan pakaiannya adalah putri bungsu yang paling cantik. Akibatnya, dia tidak dapat terbang kembali ke kahyangan. Saat dirinya sedang ketakutan dan kesal, Awang Sukma keluar dari mengajak si putri bungsu untuk tinggal bersamanya. Karena merasa bahwa putri bungsu itu jodohnya dia pun meminangnya. Sang putri menerima pinangan tersebut, dan menjadi istri dari Awang Sukma, hingga memiliki seorang anak perempuan yang cantik bernama Kumalasari. Ketika satu hari Putri bungsu sedang memburu seekor Ayam, tidak sengaja matanya tertuju pada sebuah lumbung padi. Betapa terkejut dirinya saat menemukan pakaiannya kembali. Kemarahan mulai berkecamuk di dalam dirinya, bercampur dengan rasa cinta kepada suaminya. Dengan berat hati, putri bungsu memutuskan untuk kembali ke kahyangan. Setelah selesai mengenakan pakaiannya, dia menggendong Kumalasari, yang belum genap berusia setahun. Sambil menangis, dia memeluk dan mencium putrinya. Kumalasari pun ikut menangis. Tangis ibu dan anak itu, membuat Awang Sukma terjaga dari tidurnya. Dia terpana ketika melihat sang istri telah mengenakan pakaiannya. Seketika itu pula dia tersadar, bahwa saat perpisahan telah tiba. Sambil menangis, putri bungsu pun berpesan kepadanya, untuk mengambil tujuh biji kemiri, dan memasukkannya ke dalam bakul, jika Kumalasari merindukannya. Awang Sukma harus menggoncangkan bakul tersebut, sambil melantunkan lagu dengan sulingnya. Hal tersebut adalah satu-satunya cara, agar putri bungsu datang kembali untuk menjumpai anak dan suaminya. Pesan istrinya itu dia lakukan. Namun, sebesar apapun kerinduannya terhadap sang istri, mereka tidak mungkin bersatu lagi. 2. Putri Junjung Buih – Cerita Rakyat Kalimantan Selatan Putri Junjung Buih – foto ig kesultananbanjar_official Cerita Rakyat Kalimantan Selatan yang paling terkenal kedua adalah cerita tentang kisah Putri Junjung Buih. Ada sebuah kerajaan bernama Amuntai di Pulau Kalimantan, yang rajanya adalah dua bersaudara. Kedua bersaudara itu bernama Patmaraga atau Raja Tua, dan adiknya Sukmaraga atau Raja Muda. Kedua raja yang rukun tersebut, sayangnya belum memiliki keturunan. Namun hasrat Sukmaraga untuk memperoleh anak, ternyata lebih besar daripada sang kakak. Dia terus berdoa kepada para dewa, agar mendapatkan putra kembar. Akhirnya para dewa mengabulkan permohonan itu, dengan syarat harus bertapa dahulu di suatu pulau. Setelah bertapa sekian lama, datanglah sebuah wangsit, yang meminta istrinya untuk memakan Burung Katsuba. Singkat cerita, sang permaisuri mengandung dan lahirlah sepasang bayi kembar yang sehat dan rupawan. Kabar tersebut memacu semangat Patmaraga untuk juga segera memiliki anak. Rupanya para dewa mengabulkan permintaan Raja Tua, namun dengan cara berbeda. Ketika sedang melewati sungai, dia melihat seorang bayi perempuan yang terapung di sungai, dan berada di atas gumpalan buih. Bayi tersebut kemudian mendapat julukan Putri Junjung Buih. Yang sungguh mengejutkan, ternyata bayi tersebut mampu berbicara. Bayi tersebut meminta selembar kain dan sehelai selimut yang harus ditenun, dalam waktu setengah hari. Raja Tua menyayembarakan permintaan tersebut. Siapapun yang memenangkannya, akan menjadi pengasuh sang bayi. Seorang perempuan bernama Ratu Kuripan memenangkan sayembara itu. Rupanya tidak hanya cakap dalam menenun, dia juga memiliki kekuatan gaib, sehingga mampu memenuhi permintaan sang bayi. Raja Tua memenuhi janjinya, dan mengangkat Ratu Kuripan menjadi pengasuh Putri Junjung Buih, hingga dewasa. 3. Mandin Tangkaramin Air Terjun Mandin Tangkaramin – Cerita Rakyat Kalimantan Selatan Cerita Rakyat Kalimantan Selatan yang terkenal berikutnya adalah cerita tentang air terjun mandin Tangkaramin. Disikahkan dulu Di sebuah desa bernama Malinau, hiduplah dua orang pemuda bernama Bujang Alai dan Bujang Kuratauan. Kedua pemuda itu selalu hidup bermusuhan, karena sifat mereka yang sangat bertentangan. Bujang Alai merupakan putra seorang kaya dan berwajah tampan. Namun sayang kelebihannya itu membuatnya tumbuh menjadi pemuda yang angkuh. Sedangkan Bujang Kuratauan memiliki wajah yang biasa biasa saja, dan berasal dari keluarga sederhana. Bujang Alai senantiasa menyelipkan keris di pinggangnya. Tidak jarang dia berlaku sewenang wenang terhadap orang lain, terutama yang miskin. Namun tidak ada seorangpun yang berani melawannya karena mereka takut kepada ayah Bujang Alai. Berbeda dengan saudaranya, Bujang Kuratauan merupakan sosok pemuda yang sopan dan hormat terhadap siapa saja. Bujang Kuratauan juga selalu membawa senjata berupa parang bungkul jika bepergian. Hal itu semata mata hanya untuk membela diri. Pada satu hari terjadilah pertikaian antara dua pemuda tersebut, yang berakhir dengan pertempuran sengit, dan harus berlanjut hingga keesokan harinya. Pertempuran di hari kedua terjadi di sebuah air terjun bernama di Mandin Tangkaramin. Bujang Alai akhirnya tewas dalam pertempuran besar tersebut. Keluarga Bujang Alai tidak dapat menerima kematiannya. Sang Ayah berniat menuntut balas kematian anaknya, dan berencana menyerang Bujang Kuratauan dan keluarganya. Setelah tahu rencana balas dendam tersebut, Bujang Kuratauan dan ayahnya segera mengatur siasat. Seluruh keluarga Bujang Kuratauan menyalakan obor, dan berlari sambil memegangnya di dalam gelap. Kemudian, membuang semua obor tersebut ke dasar sungai Mandin Tangkaramin. Keluarga Bujang Alai yang sedang berselimutkan dengan kemarahan, berlari mengejar obor-obor tersebut, tanpa melihat dimana mereka berada. Setelah sesaat, terdengarlah teriakan keluarga Bujang Alai yang jatuh ke dasar sungai. Tubuh seluruh anggota keluarga Bujang Alai dan para pengikutnya jatuh terhempas menghantam bebatuan tajam di dasar sungai. Cucuran darah yang mengalir, membuat semua batu di air terjun berwarna merah. Hingga saat ini masyarakat sekitar percaya, bahwa bongkahan batu besar berwarna merah tersebut,merupakan batu yang terkena darah keluarga Bujang Alai. Mereka menyebutnya Manggu Masak. 4. Gunung Batu Bini & Gunung Batu Laki Gunung Batu Bini dan Gunung Batu laki – foto adyalbagaits1234 Cerita Gunung Batu Bini dan GUnung Batu Laki juga termasuk Cerita Rakyat Kalimantan Selatan yang juga sangat terkenal. Dahulu ada Angui seorang pemuda yang cekatan dan rajin bekerja. Ia tinggal bersama ibunya yang sudah tua bernama Diang Ingsung. Sewaktu kecil, Angui sering pergi mencari ikan di sungai bersama ibunya dengan sampan dari kayu. Ketika sudah dewasa, setiap hari ia pergi mencari rotan ke hutan dan menjualnya. Setelah mengumpulkan rotan, ia membersihkan dan mengikatnya dengan sangat rapi. Pada suatu hari, seorang saudagar datang ke desa itu untuk mengambil rotan dan menukarkannya dengan bahan-bahan kebutuhan pokok. Angui pun ikut menyerahkan semua rotan tersebut, untuk menukarkannya dengan bahan makanan. Saudagar tersebut terkesan melihat ketelatenan Angui saat membersihkan dan mengikat semua rotannya. Kemudian dia pun mengajak Angui untuk berlayar. Angui pulang ke rumah dengan perasaan gembira, dan meminta izin untuk ikut berlayar, walaupun harus meninggalkan ibunya sendirian. Setelah bertahun-tahun Angui bekerja dengan rajin, dan menikahi putri sang saudagar. Tidak berapa lama kemudian, saudagar itu meninggal dunia. Angui dan istrinya pun mendapatkan semua harta saudagar tersebut. Kemudian, Angui berniat untuk mengunjungi ibunya. Istrinya pun menyambut gembira ajakan suaminya. Angui pun meminta anak buahnya menyiapkan perjalanan mereka ke kampung Angui dengan menggunakan kapal yang besar dan megah. Diang Ingsung yang sudah tua renta dan sakit-sakitan bersusah payah untuk mendatangi kapal anaknya di pelabuhan, dengan sampan kayunya. Angui terkejut melihat seorang nenek kumal di atas sampan kayu, yang mendekati kapalnya. Walaupun dia mengenai bahwa itu adalah ibunya, namun dia malu mengakuinya, dan menyuruh anak buahnya untuk mengusirnya. Dengan perlahan, kapal besar itu pun perlahan menjauh dari pantai. Betapa hancur hati Diang Ingsung, karena perilaku anaknya itu. Sambil menangis, dia berdoa agar anaknya menjadi batu beserta segala kekayaannya. Tiba-tiba, langit mendung. Hujan turun dengan derasnya, beserta badai dan petir yang saling menyambar. Kapal Angui terhempas badai dan petir berkali-kali, hingga terbelah menjadi dua. Satu bagian berisi istri dan dayang-dayangnya, sedangkan bagian lainnya adalah Angui dan para awak kapal. Kedua bagian yang terbelah itu pun pelan-pelan karam. Angui sempat berteriak, dan meminta pertolongan ibunya. Namun Diang Ingsung tidak bergeming mendengar teriakan anaknya, ia tetap mendayung sampannya hingga sampai ke daratan. Daratan kampung yang tergenang air, lama-kelamaan surut. Ketika air surut, munculah dua belahan kapal yang sudah membatu. Satu bagian kapal yang berisi istri Angui dan dayang-dayangnya kemudian menjadi Gunung Batu Bini. Sedangkan bagian lainnya yang berisi Angui dan anak buahnya, menjadi Gunung Batu Laki. 5. Asal Mula Burung Punai – Cerita Rakyat Kalimantan Selatan Burung Punai – Cerita Rakyat Kalimantan Selatan Cerita Rakyat Kalimantan Selatan yang juga tak kalah terkenalnya adalah cerita tentang burung Punai. Tersebutlah ada seorang pemuda bernama Andin, yang merupakan anak sebatang kara, dan juga tidak memiliki tempat tinggal yang tetap. Dia mengembara dari satu desa ke desa lain, menjelajahi hutan belantara dan melewati berbagai negeri seorang diri. Suatu hari, tibalah Andin di Desa Pakan Dalam yang berawa dan bersungai. Di permukaan rawa tersebut, terlihat pemandangan yang sangat indah. Beraneka ragam bunga yang tumbuh mekar dan harum, sehingga burung yang senang mengunjungi daerah itu. Karena banyak burung yang cantik dan merdu di desa itu, banyak penduduk yang bekerja mamulut burung. Melihat kehidupan masyarakat di daerah itu makmur, maka Andin pun memutuskan menetap di sana. Meskipun tidak memiliki lahan untuk bertani atau beternak hewan, namun dia masih memiliki sebuah harapan, yaitu mamulut burung. Dari situlah ia bisa menghidupi dirinya. Sudah satu tahun Andin menetap di desa tersebut, dan penduduk setempat sangat menyukai Andin, karena perangainya baik dan santun. Setiap hari Andin pergi untuk mamulut burung. Karena setiap hari pergi mamulut burung, penduduk desa memanggil Andin dengan sebutan Andin Pulut. Karena keahlian Andin mamulut burung tidak ada yang menandingi di desa itu, maka sebagian besar penduduk memanggilnya Datu Pulut. Seperti biasa, pagi itu Datu Pulut bersiap-siap berangkat mamulut. Tak berapa lama kemudian, ia sudah terlihat di atas sampannya menuju hilir. Setelah menemukan tempat yang cocok, dia pun turun dari sampannya. Lalu, dia mulai memasang pulut di sejumlah pohon di pinggir sungai. Setelah itu, dia kembali ke sampan. Sambil tiduran menunggu pulutnya terkena burung, tiba-tiba hujan turun. Datu Pulut cepat-cepat naik ke daratan. Tak jauh dari tempatnya memasang pulut, terdapat beberapa pohon yang besar dan rindang. Di bawah pepohonan itu terdapat sebuah telaga yang cukup luas dan berair jernih. Datu Pulut sangat senang menemukan tempat berteduh yang nyaman. Saat hujan mulai reda kemudian dia memeriksa jebakan pulutnya. Namun, saat akan beranjak dari tempatnya, tiba-tiba ia mendengar suara perempuan yang sedang bergembira. Kemudian Tanpa pikir panjang, dia bersembunyi di balik pohon seraya mencari tahu sumber suara tersebut. Tiba-tiba ia tersentak ketika melihat tujuh bidadari melayang-layang turun dari langit menuju telaga. Ketujuh bidadari tersebut mengenakan selendang berwarna pelangi. Andin terpesona oleh bidadari yang berselendang jingga. Para bidadari itu turun dan meletakkan selendangnya di atas bebatuan. Mereka mandi sambil bercengkerama. Pada saat itulah, Datu mengambil selendang yang berwarna jingga, lalu menyembunyikannya ke dalam butah. Setelah hari menjelang senja, satu per satu mereka mengenakan kembali selendangnya. Namun bidadari yang berselendang jingga kehilangan miliknya. Semua saudaranya turut membantu mencari selendang tersebut, namun mereka tidak dapat menemukannya. Hari pun semakin senja. Keenam bidadari tersebut terpaksa meninggalkan bidadari cantik yang malang itu seorang diri. Bidadari yang cantik itu sangat sedih ditinggal saudara-saudaranya, hingga terus menangis. Andin merasa iba melihat bidadari itu, untuk mengajaknya pulang. Setelah sampai di gubuk reyotnya, Andin bercerita kepada sang Bidadari bahwa ia belum berkeluarga dan berniat untuk memperistrinya. Mendengar permintaan itu, sang Bidadari pun bersedia menikah dengannya, karena tidak mungkin kembali ke Kahyangan tanpa selendangnya. Setelah itu, mereka hidup bahagia dan saling menyayangi. Setahun kemudian, mereka dikaruniai seorang anak perempuan yang cantik jelita. Maka semakin lengkaplah kebahagiaan keluarga itu. Andin pun semakin rajin dan bersemangat bekerja. Pada suatu hari, sang Bidadari hendak menanak nasi. Namun, persediaan beras di pedaringan habis. Kemudian, dia masuk ke dalam kindai untuk mengambil padi. Sejak menikah dengan Datu Pulut, dirinya tidak pernah mengambil padi di tempat itu. Sang Bidadari terpana melihat sebuah butah tergeletak di sela-sela timbunan biji padi. Ia penasaran ingin mengetahui isinya. Kemudian terbukalah tutup butah itu, dan terkejut melihat selendang ungunya tersimpan disana. Dia pun tersadar, ternyata suaminyalah yang telah mengambil selendangnya beberapa tahun yang lalu. Menjelang senja, Datu Pulut pun pulang bekerja. Sang istri menyambutnya seperti biasa, hingga sang suami tidak mencurigai, bahwa dia telah menemukan selendangnya. Malam semakin larut, Datu Pulut sudah tertidur pulas di samping anaknya. Setelah berpikir keras, dia pun memutuskan untuk meninggalkan bumi. Keesokan pagi Datu Pulut tersentak kaget, ketika melihat istrinya sudah berpakaian lengkap dengan selendang warna jingganya, sambil mendekap anak mereka. Belum sempat Datu Pulut berkata-kata, sang Bidadari langsung berpesan kepadanya, untuk menjaga anak mereka. Dia pun telah memutuskan untuk kembali ke Kahyangan. Satu hal penting lagi yang sang istri pesankan adalah, untuk membuatkannya ayunan di Pohon Berunai jika anaknya menangis. Maka dia akan datang kembali, hanya untuk menyusui anaknya. Namun jika itu terjadi, terlarang bagi Datuk Pulut untuk mendekatinya. Mendengar pesan istrinya, Datu Pulut pun berjanji untuk selalu mengingat pesan itu. Sesaat kemudian, sang bidadari terbang melayang ke angkasa, meninggalkan suami dan putri tercintanya. Sejak saat itu, jika putrinya menangis, Datu Pulut segera membuatkan ayunan di Pohon Berunai yang tak jauh gubuknya. Tak lama setelah itu, datanglah istrinya untuk menyusui anaknya, bersama saudara-saudaranya. Datu Pulut hanya bisa melihat dari arah jauh dengan penuh kesabaran. Meskipun sebenarnya ia sangat merindukan istrinya, perasaan itu terpaksa ia pendam dalam hati. Namun akhirnya Datu Pulut tidak bisa lagi menahan rasa rindu kepada istrinya. Pada suatu hari, saat istrinya sedang menyusui anaknya, secara diam-diam Datu Pulut mendekat. Rupanya ia lupa pada pesan istrinya. Pada saat ia akan menyentuh istrinya, tiba-tiba terjadi keajaiban yang sangat luar biasa. Sang Bidadari dan saudara-saudaranya berubah menjadi tujuh ekor burung punai. Ketujuh burung itu pun terbang ke alam bebas dan meninggalkan Datu Pulut beserta putrinya. Datu Pulut hanya mampu menyesali diri. Setiap kali putrinya menangis, dia membawanya ke bawah Pohon Berunai. Namun istrinya yang telah menjadi Burung Punai tidak pernah datang lagi. Baca Juga Daftar Cerita Rakyat dari Kalimantan Tengah yang terkenal Inilah 4 Cerita Rakyat Dari Sumatera Selatan yang bersejarh Demikianlah ulasan kita kali ini mengenai 5 Cerita Rakyat Kalimantan Selatan yang terkenal dan masih sering diceritakan. Semoga dapat memberikan manfaat bagi Sobat semua.
Cerita rakyat Nusantara itu ada beragam, lho. Dari beberapa daerah punya kisah dan sejarahnya masing-masing. Di Kalimantan Selatan, ada cerita sejarah Datu Pujung. Kalau ingin membaca ceritanya, langsung saja cek ulasannya di artikel ini. Indonesia memang kaya akan cerita rakyat Nusantara yang menarik tuk disimak. Dari Kalimantan Selatan, ada cerita rakyat Datu Pujung yang juga merupakan kisah sejarah Pulau Kaget. Kamu sudah pernah mendengar kisahnya?Secara singkat, cerita rakyat ini mengisahkan tentang seorang pria tua yang arif dan bijaksana bernama Pujung dan kerap dipanggil Datu Pujung. Tak ada satu orang pun yang tahun dari mana asal pria itu. Rupanya, ia memiliki kesaktian yang bisa menyelamatkan negeri dari mara apakah kesaktian pria yang bijak ini? Kalau penasaran dengan kisahnya, tak perlu ke mana-mana lagi. Mending langsung saja simak cerita sejarah Datu Pujung beserta ulasan seputar unsur intrinsik, pesan moral, dan fakta menariknya di bawah ini!Cerita Sejarah Datu Pujung Alkisah, pada zaman dahulu, ada sebuah kerajaan besar bernama Kerajaan Banjar di Kalimantan Selatan. Pemimpin dari kerajaan tersebut adalah Sultan Suriansyah yang terkenal ramah dan bijaksana. Pada masa kepemimpinannya, hiduplah seorang laki-laki tua yang tinggal sebatang kara. Orang-orang memanggilnya si Pujung. Terkadang, mereka juga memanggilnya Datu Pujung. Pria tua itu sangat bijak dan baik kepada warga sekitarnya. Ia juga menguasai banyak ilmu sehingga menjadi panutan bagi orang-orang di sekitarnya. Anehnya, tak ada satu pun orang yang tahu asal usul dari kakek tua ini. Pada suatu hari, Kerajaan Banjar kedatangan tamu asing. Para warga mendapati para tamu itu menaiki sebuah kapal berbendera asing yang sedang bergerak menuju pelabuhan Muara Sungai Barito, lebih tepatnya di Muara Kuin atau Delta Kuin. Karena para warga merasa asing, mereka pun berbondong-bondong menyongsong kedatangan kapal yang panjang dan besar itu. Mereka merasa keheranan, ditambah lagi, ada anak buah kapal yang unik. Rambutnya pirang seperti rambut jagung dan matanya biru seperti air laut. Ternyata, sifat para pelaut itu sangatlah angkuh. Mereka tampak mencurigakan. Dari kejauhan, para warga melihat para pelaut itu membawa senjata-senjata api. Baca juga Cerita Alana Si Putri Angsa dan Ratu Sihir Beserta Ulasan Menariknya, Kisah Perjuangan Melawan Kejahatan Ibu Tiri Sang Raja Panik Mengetahui gerak-gerik mencurigakan dari para pelaut asing, para warga pun bergegas melaporkan mereka ke Sultan Suriansyah, sang Penguasa Negeri. “Tuan, kami hendak melapor. Di Muara Kuin telah hadir para tamu asing yang sikapnya angkuh, Tuan. Bahkan, mereka membawa senjata api. Kami khawatir bila mereka akan melukai kami,” lapor salah satu warga. “Siapa mereka? Berani-beraninya membuat wargaku resah?” ucap Sultan geram. “Kami juga tidak tahu, Tuan. Mata mereka berwarna biru dan rambutnya pirang. Tubuh mereka tinggi dan kekar,” jawab warga itu. Mendengar cerita itu, Sultan Suriansyah segera mengumpulkan para hulubalang Kerajaan Banjar untuk mengadakan musyawarah. Mereka memikirkan rencana antisipasi serangan mendadak dari tamu asing itu. Karenanya, seluruh prajurit istana pun siaga di sekitar istana. “Aku punya firasat kalau kedatangan pelaut asing dengan kapal besar itu akan membawa bencana dan kehancuran di negeri tercinta kita ini. Sebelum hal itu terjadi, sebaiknya kita menyiapkan barikade di muara sungai sebelum mereka sampai di pelabuhan,” ucap Sultan Suriansyah dalam musyawarah itu. “Mohon ampun, Baginda. Muara sungai sangat dalam dan berarus deras. Tampaknya, kita hanya bisa membuat barikade dari pohon-pohon besar dan berbatang tinggi. Lalu, pohon itu kita tancapkan ke dasar sungai,” ucap salah satu hulubalang. Baginda Raja menerima saran tersebut. “Baiklah, kau boleh pakai cara itu. Bentuk dan bahannya terserah kalian. Cepat lakukan sekarang, sebelum para pelaut asing itu tiba di sini!” seru Sultan memberi perintah dan keputusan. “Tapi, mohon maaf, Tuan. Bukan maksud hamba tak ingin segera bertindak. Namun, mengingat waktunya sangat mendesak dan jumlah bala bantuan kita sangat terbatas, kita tak mungkin bisa menyelesaikannya dengan cepat,” ucap salah satu hulubalang. “Hmm, benar juga,” ucap Sultan berpikir. Mengadakan Sayembara Beberapa saat kemudian, ada seorang hulubalang yang mendapatkan ide. “Karena waktu kita tak banyak, bagaimana kalau kita buat sayembara saja? Barang siapa yang mampu meramu dan menancapkan batang kayu ke dasar sungai secara cepat, maka akan kita beri hadiah yang besar,” usulnya. “Aku setuju dengan usul tersebut,” ujar sang Pemimpin. “Tetapi, Baginda. Tampaknya hanya orang sakti yang bisa melakukan pekerjaan tersebut. Orang biasa seperti kita tak akan mungkin bisa meramu dan menancapkan batang kayu besar ke dasar sungai dengan cepat. Semua itu mustahil, Baginda,” ujar salah satu petugas pelabuhan. “Benar, Baginda. Tampaknya, tak ada warga di negeri ini yang memiliki kesaktian tersebut,” tambah hulubalang lain. Lalu, suasana mendadak hening sejenak. Seluruh hulubalang yang hadir dalam musyawarah hanya terdiam dan menunduk. Mereka tak tahu harus berbuat apa lagi. Tiba-tiba, suasana hening itu dipecahkan oleh seorang pria dari arah belakang. “Mohon maaf, Tuan dan Baginda. Hamba pikir, mengadakan sayembara adalah ide yang bagus,” ujar seorang pria yang mengenakan jubah. Sontak, semua pandangan tertuju kepadanya. “Memang bagus. tapi siapa yang bisa mengikuti sayembara itu? Tak ada satu pun orang yang bisa melakukannya dalam waktu singkat,” ujar salah satu hulubalang. “Benar sekali. Sudah pasti tak ada yang bisa melakukannya. Memangnya kau sanggup?” imbuh hulubalang yang lain dengan nada sedikit melecehkan. Para peserta musyawarah pun langsung menertawakannya. Kondisi tak enak itu langsung Sultan hentikan. “Hentikan! Biarkan pria ini menyelesaikan dulu ucapannya. Beraninya kalian memutus pembicaraan orang lain,” ujar Baginda Raja geram. “Maafkan kami, Tuan,” ucap para hulubalang. Pria Misterius “Terima kasih, Baginda. Hamba memang belum selesai bicara. Karena situasi yang terhimpit, tampaknya beberapa di antara kita tidak sabaran,” ucap pria berjubah yang misterius itu. Lalu, ia perlahan-lahan menjelaskan strateginya untuk menyelamatkan negeri. “Kalian semua benar, meramu kayu menjadi barikade itu bukanlah tugas yang mudah. Menancapkannya ke dasar sungai juga bukan tugas yang cepat tuk dilakukan. Semua itu memerlukan waktu yang cukup lama. Musuh kita dalam kapal layar besar itu akan cepat mengetahui jika kita sedang membuat barikade. Alhasil, mereka akan menyerang kita sebelum barikade selesai,” ucap pria itu. “Lantas, apa yang sebaiknya kita perbuat? Kau punya ide?” ucap Sultan. “Jika dipercaya. Izinkan hamba mengerjakannya menurut kemampuan dan cara hamba. Hamba bisa menjami kapal asing itu akan kandang di Muara Sungai Barito,” ucapnya. Seluruh hulubalang tertawa dengan kencang. Mereka meragukan kemampuan pria tua itu. “Hahahaha, kamu itu sudah tua renta. Mana bisa kau menyelamatkan negeri ini! Kalau ngomong tolong yang masusk akal,” ucap salah satu hulubalang meledek. Sultan Suriansyah lalu memukul mejanya dengan palu. “Kalau kalian tak bisa berkata baik, tolong diam saja. Biarkan bapak ini menyelesaikan perkataannya,” ucap sang Raja kesal dengan sikap para hulubalang. “Jadi, cara apa yang akan kau perbuat untuk menyelamatkan negeri ini? Aku akan perintahkan para prajurit tuk membantumu,” imbuh sang Pemimpin. Datu Pujung Meminta Kepercayaan Sang Raja “Tak perlu, Tuan. Hamba bisa menyelesaikannya sendiri. Namun, Hamba mohon agar Baginda memberikan kepercayaannya kepada saya. Tugas ini juga saya lakukan bukan karena hadiah. Tapi, demi keselamatan negeri kita,” ucap pria itu. “Hamba akan mulai menyelematkan negeri ini sekarang juga. Hamba pamit undur diri,” ucap pria itu seraya meninggalkan musyawarah. Semua orang yang ada di tempat itu pun tercengang. “Siapa gerangan pria itu?” tanya Sultan Suriansyah kepada para hulubalang. “Hamba tak tahu, Tuhan. Beliau menutupi wajahnya dengan kerudung. Hamba tak bisa menyaksikannya,” ucap salah satu hulubalang. “Lantas, apakah kita bisa mempercayainya, Tuan?” tanya salah seorang peserta. “Kita bisa mempercayainya, Tuan. Orang misterius tadi adalah Datu Pujung. Saya tadi sempat melihat wajahnya karena saya duduk bersebelahan dengannya,” jawab salah satu hulubalang. “Siapakah gerangan Datu Pujung?” ucap Baginda Raja. “Di kalangan kami para warga, Datu Pujung adalah orang tua yang kami segani. Ia punya banyak ilmu dan sangat baik serta bijak,” jawab orang itu. Kemudian, Baginda Raja memutuskan tuk mempercayai Datu Pujung. “Baiklah, kalau begitu, kita tunggu kesaktian pria itu hingga malam ini. Semoga saja ia dapat kita andalkan,” ucap sang Raja. Kesakitan Datu Pujung Malam pun semakin gelap. Di istana, Baginda Raja dan para hulubalang bersiaga dengan senjata, barangkali Datu Pujung butuh bantuan. Sementara itu, di kapal besar, para pelaut asing sedang mondar mandir sambil menenteng senjata. Langkah mereka tiba-tiba terhenti. Mereka merasa kapal sedang miring ke kanan. Belum sempat berkata apa-apa, mereka sudah terjatuh ke sungai. Tak lama kemudian, kapal miring ke kiri sehingga para penjaga di sayap kiri juga terjatuh. Merasa ada yang aneh, kapten kapal pun membunyikan tanda bahaya. Anak buah kapal yang semula di alam kapal pun keluar dengan senjata lengkap. Di atas perahu, mereka melihat seorang berjubah putih di atas geladak. Karena tak mengenali sosok tersebut, para anak buah kapal pun mengepungnya. Orang berjubah putih itu melarikan diri. Para prajurit kapal berteriak, “Jangan sampai orang itu lolos! Tangkap dia hidup-hidup!” Hingga akhirnya, pria berjubah putih tersudut di haluan kapal. Para prajurit asing itu berhasil mengepungnya. Karena tak bisa lari lagi, orang berjubah putih itu pun menghentakkan kakinya ke kapal berulang kali. Kapal itu berderak pecah. Orang berjubah putih melompat ke sungai. Hanya dengan satu lompatan saja, ia sudah berada jauh dari kapal. Para prajurit asing tercengang. Mereka lalu menembak orang berkerudung putih itu. Keheningan malam pun pecah oleh suara-suara tembakan yang menggema. Tampaknya tembakan mereka berhasil mengenai pria misterius itu. Mereka terdiam sejenak sambil melihat apakah orang itu benar-benar sudah mati atau belum. Dalam keheningan, ada suara gelak tawa memecahkan suasana. “Hahaha, yang kalian tembak itu hanya bajuku,” terdengar tawa dan suara lantang dari sudut kapal. Karena sangat gelap, semua mata prajurit kapal pun fokus ke arah sumber suara. Suara itu semakin kencang, “Kalian tidak bisa melihatku, ya? Hahaha. Coba tembak aku kalau berani!” Merasa dilecehkan, para prajurit menembak ke arah sumber suara tanpa tahu apa yang mereka tembak. Ternyata, mereka saling menembak kawan sendiri. Berhasil Mengecoh Lawan Tak lama kemudian, suara itu kembali terdengar, “Mata kalian kurang jeli! Kalian tak bisa melihatku, kan? Hahaha.” Para prajurit merasa sumber suara berasa dari arah kemudi kapal. Tanpa basa-basi, mereka langsung menembak arah kemudi kapal. Sudah puas mempermainkan para prajurit, pria berjubah putih itu melayang ke udara dan meluncur ke atas kapal. Sekali hentakan, kapal itu langsung terbelah menjadi dua. Anak buah kapal dan seluruh isi kapal tenggelam ke dasar Sungai Barito. Itu berarti, Kerajaan Banjar berhasil ia selamatkan. Seluruh penduduk merasa lega dan bahagia Pria berjubah putih yang ternyata Datu Pujung itu mendapatkan hadiah dari Sultan Suriansyah. “Karena kau telah berhasil menyelamatkan Negeri ini. Aku akan memberimu hadiah sesuai yang telah aku janjikan,” ucap Baginda Raja. “Aku akan memberimu jabatan di istana, emas berlian, dan makanan lezat. Bila masih kurang, aku akan memberi apa pun yang kamu mau,” imbuhnya. “Hadiah berupa pangkat hamba terima dengan senang hati. Saya berterima kasih akan hal itu. Namun, saat ini, izinkan hamba mengembalikan seluruh hadiah tersebut. Hamba tak pantas mendapatkan jabatan,” ujar Datu Pujung menepati janjinya. “Hmm, kalau begitu, apa yang kau pinta Datu? Beritahu aku. Akan aku kabulkan apa pun permintaanmu. Atau, bawalah makanan-makanan ini bersamamu. Jika kurang, akan kue\beri tambahan,” ucap Sultan Suriansyah. “Hamba tak pernah kekurangan makanan, karena bumi ini sangat luas dan setiap jengkal tanahnya menjadi rezeki bagi siapa pun yang mau berusaha. Barangkali di luar sana ada yang membuthkan makanan, ke sanalah sebaiknya hadiah ini Tuanku berikan,” ucapnya bijak. “Aku hanya meminta selembar baju sebagai penutup aurat. Berkenankah Baginda memberi hamba selembar baju?” ucap Datu Pujung. “Tentu saja, aku akan memberi apa yang kamu mau. Sungguh mulia benar hatimu,” puji Sultan Suriansyah. Baca juga Dongeng Si Janda dan Ketela Pohon Beserta Ulasan Menariknya, Kisah Persahabatan antara Manusia dan Tumbuhan Unsur Intrinsik Usai membaca cerita sejarah Datu Pujung di atas, apakah kamu jadi penasaran dengan unsur intrinsiknya? Kalau iya, tak perlu berlama-lama lagi, langsung saja simak ulasan singkatnya berikut ini; 1. Tema Inti cerita atau tema dari cerita sejarah Datu Pujung adalah tentang kesaktian seorang pria yang berhasil menyelamatkan sebuah negeri. Di tengah hiruk pikuk para hulubalang, ia berhasil mengalahkan para pelaut asing seorang diri. 2. Tokoh dan Perwatakan Tokoh utama dalam cerita sejarah ini adalah Datu Pujung dan Sultan Suriansyah. Datu Pujung digambarkan sebagai pria tua yang bijak dan disegani karena memiliki banyak ilmu. Namun, ia adalah pria misterius yang tak orang ketahui asal-usulnya. Sementara Sultan Suriansyah adalah pemimpin dari Kerajaan Banjar yang juga dikenal bijak dan ramah. Selain tokoh utama, legenda Datu Pujung juga memiliki beberapa tokoh pendukung. Mereka adalah para hulubalang istana yang turu mewarnai cerita. Tokoh antagonis dalam cerita ini adalah para pelaut asing yang hendak melakukan penyerangan di Kerajaan Banjar. Untung saja, Datu Pujung berhasil mengalahkan mereka. 3. Latar Cerita rakyat ini menggunakan beberapa latar tempat yang berada di Kalimantan Selatan. Tempat-tempatnya adalah Kerajaan Banjar, Muara Sungai Barito, dan kapal milik pelaut asing. 4. Alur Cerita Sejarah Datu Pujung Alur cerita cerita sejarah Datu Pujung adalah maju atau progresif. Cerita bermula dari beberapa warga di negeri Banjar yang mendapati ada kapal besar yang dikendarai oleh pelaut asing yang mengarah ke pelabuhan Muara Barito. Karena para pelaut itu menenteng senjata dan berlagak angkuh, mereka pun melaporkannya ke Sultan Suriansyah. Dengan sigap, Sultan Suriansyah mengumpulkan para hulubalang untuk membicarakan soal kedatangan pelaut asing itu. Seorang hulubalang memberi saran menghalang para pelaut asing dengan barikade. Namun, Muara Barito terlalu dalam, sehingga membutuhkan pohon yang besar. Merancang barikade dengan pohon besar tentunya memakan waktu yang cukup lama. Hulubalang lainnya menyarankan sang Raja untuk membuka sayembara, bagi siapa saja yang bisa merancang barikade dengan cepat, maka ia akan mendapatkan hadiah besar. Sayangnya, saran tersebut ditolak oleh salah satu hulubalang. Alasannya, tak ada satu pun orang sakti di negeri ini yang bisa membuat barikade dengan pohon besar dengan cepat. Mereka lalu berpikir dengan keras. Di tengah keheningan, Datu Pujung yang mengenakan jubah putih tiba-tiba mengatakan bahwa dirinya bisa mengalahkan para pelaut asing itu. Ia hanya meminta sang Raja percaya kepadanya. Karena tak ada pilihan lain, sang Raja pun mempercayai Datu Pujung. Dengan kesaktiannya, ia berhasil mengecoh dan mengalahkan para pelaut asing dengan tangan kosong. Hebatnya lagi, ia tak meminta hadiah apa pun dari sang Raja. 5. Pesan Moral Dari cerita sejarah Datu Pujung ini ada beberapa pesan moral yang bisa kamu petik. Sultan Suriansyah mengajarkan untuk menjadi pemimpin yang bijak dan bersikap baik. Lalu, si Pujung alias Datu sakti dari Kalimantan ini mengajarkan kita untuk membantu tanpa pamrih. Demi keselamatan Kerajaan Banjar beserta masyarakatnya, ia menunjukkan kesaktiannya dan berhasil mengalahkan para pelaut asing yang hendak menyerang. Meski sangat berjasa, ia sama sekali tak meminta imbalan pada sang Raja. Ia ikhlas membantu negeri tersebut. Baginya, rezeki akan datang dengan sendirinya. Ia bahkan meminta sang Raja untuk memberikan imbalannya kepada warga yang membutuhkan. Selain unsur instrinsik, cerita sejarah Datu Pujung ini juga memiliki unsur ekstrinsik. Di antara unsur ekstrinsiknya adalah nilai ketuhanan, sosial, budaya, dan moral dari lingkungan di sekitar. Baca juga Cerita Dongeng Bunga Paling Berharga Beserta Ulasan Menariknya, Kisah tentang Keyakinan dan Kesabaran dalam Mendapatkan yang Diinginkan Fakta Menarik Sebelum mengakhiri artikel yang memaparkan kisah legenda Indonesia ini, kamu wajib banget membaca fakta menariknya. Apa sajakah itu? Berikut ulasannya; 1. Cerita Rakyat Datu Pujung Menjadi Sejarah Asal-Usul Pulau Kaget Kamu pernah mendengar tentang Pulau Kaget? Pulau tersebut berada di Kecamatan Tabunganen, Barito Kuala, Kalimatan Selatan. Konon, Pulau Kaget terbentuk dari potongan-potongan kapal yang dihancurkan Datu Pujung. Potongan-potongan kapal itu cukup besar dan tertimbun lumpur sehingga menjadi endapan. Para warga lalu menyebutnya Pulau Kaget. Pulau itu terkenal akan keindahannya. Selain itu, Pulau Kaget juga telah diresmikan oleh pemerintah sebagai cagar alam. Pulau tersebut menjadi tempat tinggal bagi para bekantan yang merupakan maskot fauna dari provinsi Kalimantan Selatan. Bekantan adalah jenis monyet berhidung panjang. Konon, bekantan merupakan para pelaut asing yang dikutuk oleh Datu Pujung menjadi monyet. Karena itulah bekantan memiliki hidung yang panjang. 2. Ada Versi Lain Pada umumnya, cerita rakyat atau legenda memang memiliki beberapa versi. Begitu pun dengan cerita sejarah Datu Pujung ini. Secara garis besar, semua versi memiliki kisah yang sama, yaitu ada pelaut asing yang menyerang negeri Banjar. Perbedaannya terletak di detail cerita. Ada satu versi yang menyebutkan bila Datu Pujung adalah pemimpin sebuah kerajaan di Muara Kuin yang terletak di Banjarmasin. Ia terkenal gagah perkasa dan pemberani. Pada suatu hari, ada kapal dari Inggris yang hendak menguasai kerajaan miliknya. Untuk menggagalkan rencana mereka, Datu Pujung mengeluarkan persyaratan bagi setiap pendatang yang ingin tinggal di negeri Banjar. Mereka harus membelah kayu besar tanpa alat apa pun. Datu Pujung tentu saja bisa membelahnya dengan mudah, karena ia memiliki kesaktian. Namun, para pelaut asal Inggris itu tak bisa memenuhi persyaratan. ] Meski begitu, mereka tetap nekat ingin menguasai negeri Banjar. Karena itu, Datu Pujung pun terpaksa mengeluarkan kesaktiannya. Ia menenggelamkan kapal beserta para penumpangnya dengan satu kali hentakan. Lalu, bangkai kapal dan potongan-potongan kayu itu menjelma menjadi sebuah pulau. Baca juga Legenda Angso Duo Asal Jambi dan Ulasan Lengkapnya, Kisah Perjalanan Rangkayo Hitam Mencari Wilayah Kekuasaan Baru Bagikan Cerita Sejarah Datu Pujung Pada Teman-Temanmu Demikianlah salah satu contoh cerita asal-usul Pulau Kaget yang merupakan sejarah dari Datu Pujung. Kisahnya sangat menarik dan sarat akan pesan moral, kan? Kalau kamu suka, segera bagikan kisahnya kepada teman-temanmu. Buat yang ingin membaca kisah lainnya, langsung saja kepoin kanal Ruang Pena. Ada beragam cerita Nusantara yang bisa kamu baca, seperti asal-usul nama Kota Makassar, legenda Minang Rambun, kisah Angso Duo, dan masih banyak lagi. Selamat membaca! PenulisRinta NarizaRinta Nariza, lulusan Universitas Kristen Satya Wacana jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, tapi kurang berbakat menjadi seorang guru. Baginya, menulis bukan sekadar hobi tapi upaya untuk melawan lupa. Penikmat film horor dan drama Asia, serta suka mengaitkan sifat orang dengan zodiaknya. EditorKhonita FitriSeorang penulis dan editor lulusan Universitas Diponegoro jurusan Bahasa Inggris. Passion terbesarnya adalah mempelajari berbagai bahasa asing. Selain bahasa, ambivert yang memiliki prinsip hidup "When there is a will, there's a way" untuk menikmati "hidangan" yang disuguhkan kehidupan ini juga menyukai musik instrumental, buku, genre thriller, dan misteri.
Kalau bicara tentang cerita rakyat, rasanya hampir semua daerah di Indonesia punya cerita rakyat masing – masing. Tema dan latar belakang cerita pun tentu berbeda – beda. Di Kalimantan Selatan juga ada cukup banyak cerita rakyat Kalimantan Selatan yang sangat terkenal. Mungkin di antara Anda sudah ada yang tahu apa saja cerita rakyat yang berasal dari Kalimantan Selatan? Berikut kami akan bagikan rekomendasi berbagai judul cerita rakyat Kalimantan Selatan yang paling terkenal. Cek yuk daftarnya! 1. Legenda Lok Si Naga Legenda Lok Si Naga merupakan cerita rakyat Kalimantan Selatan yang paling terkenal. Legenda ini mengisahkan tentang orang tua berprofesi sebagai nelayan yang selalu berusaha mencari nafkah untuk buah hatinya. Mereka setiap hari selalu pergi mencari ikan. Suatu hari, ketika mereka pergi mencari ikan, sampai sore tiba tak ada satupun ikan yang terjaring ke kailnya. Hingga kemudian kail terasa menangkap sesuatu. Namun setelah dilihat, bukan ikan yang ditangkap melainkan telur. Telur tersebut pun dibuang kembali ke sungai. Namun terjadi hal yang serupa hingga akhirnya telur pun dibawa pulang. Lalu apa yang terjadi setelah telur tersebut dibawa pulang? Baca cerita selengkapnya Cerita Rakyat Kalimantan Selatan Legenda Lok Si Naga 2. Cerita rakyat asal mula Burung Punai Pernah membaca cerita tentang Jaka Tarub dan Tujuh Bidadari? Cerita rakyat asal mula Burung Punai ini sangat mirip dengan cerita tentang Jaka Tarub dan Tujuh Bidadari. Mengenai cerita tentang Jaka Tarub dan tujuh bidadari, baca Menelusuri Cerita Rakyat Jaka Tarub dan Nawang Wulan yang Melegenda Kembali ke topik, jadi di sebuah desa yang penuh sungai dan rawa bernama Desa Pakan, terdapat seorang pemuda bernama Andin. Pemuda tersebut merupakan seorang pengembara. Ia merupakan pemuda yang piawai menangkap burung dan getahnya. Di desa tersebut, setiap harinya Andin selalu menjerat burung dengan getahnya. Dengan kepiawaian tersebut, Andin diterima masyarakat dengan sangat baik dan bahkan dijuluki sebagai Andin Pulutan atau Datu Pulut. Suatu hari ketika Andin yang juga dijuluki Datu Pulut berangkat memulut, ia menaiki jukungnya menuju hilir sungai. Setelah perjalanan ditempuh cukup lama, ia menemukan tempat yang sesuai untuk memulut. Datu Pulut lantas menghentikan laju jukungnya dan mulai memulut di sana. Tak lama kemudian hujan deras terjadi. Datu Pulut pun berteduh di bawah pohon besar yang rindang. Tak jauh dari tempatnya berteduh tersebut, ia mendapati ada sebuah telaga besar. Di sana suara – suara perempuan yang sedang bersendau gurau terdengar. Datu Pulut pun bergegas mencari sumber suara tersebut. Ia terperanjat karena melihat tujuh bidadari terbang dari langit menuju telaga. Di telaga tersebut sang bidadari mandi dan meletakkan selendangnya di atas bebatuan. Datu Pulut melihat semua tingkah bidadari seraya bersembunyi. Menyaksikan kecantikan sang bidadari, ia pun sangat terpesona hingga tergerak dari hatinya untuk memperistri salah satunya. Lantas, mampukah ia melaksanakan niatnya untuk mempersunting bidadari? Dan apakah endingnya cerita ini mirip dengan cerita tentang Jaka Tarub? Baca kisah selengkapnya Dongeng Dan Cerita Anak Asal Mula Burung Punai 3. Cerita rakyat Putri Junjung Buih Di pulau Kalimantan, terdapat sebuah kerajaan bernama Amuntai yang dipimpin oleh raja dengan dua bersaudara. Mereka hidup rukun dan damai, namun sayangnya keduanya belum memiliki keturunan. Sang kakak bernama Patmaraga yang merupakan raja tua dan adiknya bernama sukmaraga atau raja muda. Keduanya pun berdoa terus kepada sang dewa supaya mendapatkan putra kembar. Hingga suatu hari, mereka mendapat wangsit bahwa mereka akan mendapatkan putra kembar setelah bertapa. Mereka pun bertapa ke sebuah pulau. Sang adik atau raja muda mendapatkan wangsit lebih dulu. Istrinya diminta untuk memakan burung katsuba. Kemudian sang permaisuri pun mengandung dan lahir sepasang bayi kembar yang sehat nan rupawan. Kabar tersebut tentu memacu semangat sang kakak atau raja tua agar segera memiliki anak. Sang dewa pun akhirnya mengabulkan permintaan sang kakak atau raja tua namun dengan cara yang berbeda. Ketika Patmaraga atau raja tua melewati sungai, ia melihat ada seorang bayi perempuan yang terapung di sungai dan berada di atas gumpalan buih. Bayi tersebut kemudian mendapat julukan Putri Junjung Buih. Mengejutkannya lagi, bayi tersebut ternyata mampu berbicara. Sang bayi meminta satu lembar kain dan satu helai selimut yang harus ditenun dalam waktu hanya setengah hari saja. Ingin mengabulkan permintaan sang anak, raja tua membuat sayembara untuk memenuhi permintaan tersebut dan berkata bahwa siapapun yang memenangkan sayembara tersebut akan menjadi pengasuh bayinya. Sayembara dimenangkan seorang perempuan bernama Ratu Kuripan dan ia tidak hanya pandai menenun melainkan juga memiliki kekuatan gaib. Raja pun memenuhi janjinya dan Ratu Kuripan menjadi pengasuh bayi yang diberi nama Putri Junjung Buih sampai dewasa. Adakah cerita rakyat Kalimantan Selatan lainnya? Baca Cerita Rakyat Kalimantan Selatan Terbaik Itulah sedikit informasi yang kami dapat sampaikan dan ulas tentang cerita rakyat Kalimantan Selatan terkenal yang punya pesan moral baik juga. Semoga apa yang kami sampaikan di atas menjadi informasi yang inspiratif dan menambah wawasan.
cerita rakyat kalimantan selatan singkat